Sekolah akhlaq SMP Muhammadiyah 9 Surabaya terus berusaha memfasilitasi peserta didiknya agar bisa menjadi pribadi yang terampil. Melalui kelas keputraan dan keputrian yang menyediakan kegiatan beragam sesuai gender, mereka dibekali keterampilan non akademik untuk real life nantinya.
Rabu (10/01/24) kelas keputraan mengambil tema pekerjaan kasar dengan mengajarkan keterampilan memotong kayu menggunakan gergaji, me-malu, dan me-maku. Karya yang akan dibuat adalah vertical banner tiang kayu. Bertempat di halaman sekolah, peserta didik laki- laki terlihat begitu antusias menyimak demontrasi dari Ustad Fajrin selaku koordinator kelas keputraan. Beliau dengan semangatnya mencontohkan cara menggergaji, memalu, dan memaku. Beberapa diantaranya terlihat sudah tidak sabar untuk mencoba secara langsung.
Berbekal peralatan kayu, paku, palu dan meteran yang disediakan oleh sekolah, mereka diberikan kesempatan praktik secara berkelompok untuk mengeksekusi alat dan bahan tersebut. Masing-masing mendapatkan tugas secara bergantian, ada yang mengukur panjang kayu yang akan digunakan, menggergaji, dan memegangi kayu yang akan dipaku agar dapat menghasilkan karya seperti yang diharapkan.
Menurut Kenzie, salah satu peserta didik dari kelas VII-A bagian tersulit adalah menggergaji karena harus menguasai tekniknya, dan harus berhati-hati juga karena berhadapan dengan benda tajam.
“Kalau bagi saya menggergaji yang sulit entah kayunya yang alot (keras) apa saya yang tidak menguasai tekniknya, tapi saya senang bisa belajar hal baru”, jelasnya.
Rupanya, berhadapan dengan pekerjaan kasar yang tidak pernah dilakukan oleh peserta didik sebelumnya bukan menjadi alasan untuk tidak menyelesaikan tugas. Meskipun dalam proses pengerjaannya tak jarang menemui kendala, kurang dari waktu satu jam beberapa kelompok sudah bisa menghasilkan satu buah vertical banner sesuai dengan contoh.
Tidak kalah seru dengan kelas keputraan, pada kelas keputrian peserta didik perempuan diajak untuk membuat kerajinan brooch handmade. Pada kesempatan ini mereka dibimbing langsung oleh Bunda Poppy (wali peserta didik kelas IXB) yang sudah sukses mengubah barang sederhana menjadi pundi-pundi uang.
Sebelum masuk pada proses pembuatan, terlebih dahulu diberikan penjelasan alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan. Mulai dari gunting, kawat aluminium, peniti untuk brooch, dan manik-manik. Barang-barang sederhana yang mudah dijumpai di toko aksesoris. Dengan harga yang terjangkau pula tentunya.
Berbanding terbalik dengan kelas keputraan, dalam proses pembuatan brooch ini peserta didik langsung mendengarkan penjelasan narasumber sambil praktik sesuai instruksi. Sehingga langsung bisa dikoreksi apabila ada kesalahan. Karena alat dan bahan yang dipinjami oleh narasumber terbatas, sehingga pada pertemuan pertama ini hanya ketua kelompok yang terlibat langsung dalam pembuatan brooch dan peserta didik lainnya sementara menyimak.
Kania, salah satu peserta didik yang berkesempatan mencoba praktik langsung membuat brooch mengatakan bahwa gampang-gampang susah. Pasalnya pembuatan brooch ini tidak menggunakan lem sama sekali, hanya bermain pada lilitan kawat aluminium.
“Gampang-gampang susah apalagi untuk melepas jarum pada penitinya. Harus jeli dalam menggunakan tangnya agar jarumnya bisa lepas. Tapi untuk melilitkan aluminiumnya insyaallah gampang dan berhasil jadi 1”, ungkap Kania sambil menunjukkan hasil karyanya.
Melihat effort peserta didik dalam kelas keputraan dan keputrian, membuat Ustazah Devie selaku koordinator kelas keputrian bangga dan senang. Peserta didik berproses dengan baik yang terlihat dari kemampuannya melakukan hal sederhana. Karena memang kegiatan ini digagas berawal dari keprihatinan melihat peserta didik yang belum mampu melakukan pekerjaan sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
“Semoga kegiatan ini terus bisa kami lakukan agar peserta didik tidak hanya pintar secara akademik namun juga terampil dalam pekerjaan yang pastinya penting dibutuhkan untuk kehidupannya kelak (di luar sekolah)”, harapnya. (Risalatin N.)